HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Sabtu, 30 April 2011

To Day. Edisi 022/I. Rabu, 27 April 2011-05-04:

Anggota Komisi Pertahanan DPR, Effendi Choirie:
“TINJAU ULANG LOKASI LATIHAN PERANG”
Effendi Choirie menyayangkan, lokasi latihan perang TNI ada di wilayah padat penduduk. Padahal, jelas ini sangat beresiko bagi masyarakat setempat.

Insiden penembakan warga oleh aparat TNI terkait sengketa lahan di Kebumen, 16 April lalu, mendapat kecaman dari berbagai kalangan. Tak kurang Ketua MPR Taufik Kiemas mengkritik, insiden tersebut malah merusak citra TNI dan Bangsa.

Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid juga mendesak PanglimaTNI Laksamana TNI Agus Suhartono untuk melakukan investigasi terhadap kasus penembakan tersebut. Menurut Yenny, kasus itu harus diselesaikan secara adil. 

“Kasus ni sudah timpang di satu sisi. Kalau sudah ada pertentangan antara masyarakat-TNI, rakyat yang jelas tidak punya senjata akan kalah”, ujar Yenny. 

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) juga tidak diam saja, dan segera melakukan verifikasi di lapangan. 

Direktur Eksekutif Elsam, Indiriaswati D. Saptaningrum, menduga ada tindakan berlebihan yang dilakukan oknum TNI terhadap aksi masyarakat di kawasan Urutsewu, Kebumen. 
 “Untuk itu, Elsam menurunkan tujuh anggotanya untuk melakukan investigasi di lapangan”. 

Hasil investigasi di lapangan , tujuh warga telah dijadikan tersangka, empat orang jadi tersangka karena melakukan perusakan, dua orang melakukan pemukulan dan satu orang menghina TNI. Namun lanjut Indriaswati, belum ada satupun prajurit TNI diperiksa dalam kasus tersebut.

Dalam verifikasi, Elsam mendapatkan pengakuan, serta saksi-saksi yang menunjukkan bahwa personel TNI bertindak di luar kewenangan. Telah terjadi tindakan penggunaan kekuatan yang berlebihan. Misalnya, penangkapan terhadap beberapa warga yang baru diserahkan polisi, tinsakan sweeping paska bentrokan dan tindakan tidak manusiawi serta merendahkan martabat.

Kasus itu pun memicu keprihatianan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendi Choirie. Untuk mengetahui apa pendapat anggota DPR ini terkait kasus penyerangan warga di Kebumen, www.today.co.id merekam pernyataannya di gedung DPR RI Senayan, Selasa (26/4) yang dituangkan dalam bentuk wawancara.

Kasus penembakan warga di Kebumen oleh oknum anggota TNI masih terus menuai kritik. Bagaimana anda melihat peristiwa ini ? 

Kita mengharapkan insiden perusakan oleh warga yang berujung penembakan seperti terjadi di Kebumen tidak terulang di masa datang.

Apa yang harus dilakukan pemerintah, agar kasus serupa tidak terulang lagi ?

Saya kira perlu ada evalasi total mengenai tempat latihan TNI. Lokasi latihan perang di daerah padat penduduk harus dievaluasi lagi secara total. Lokasi latihan TNI yang ada saat ini sangat beresiko karena berada di wilayah padat penduduk. Idealnya, dimana tempat latihan anggota TNI sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan. Seharusnya tempat latihan dekat dengan musuh dan jauh dari penduduk.

Sekarang tempat latihan kenapa di Jawa yang padat penduduknya?

Kita bisa lihat lokasi latihan ada di mana-mana di Jawa Barat, Jawa Tengah  dan Jawa Timur.

Apa yang akan dilakukan DPR dalam kasus ini ?

Saya meminta agar anggota DPR bisa melihat langsung lokasi terjadinya bentrok warga dan TNI di Kebumen, Jawa Tengah.  Kunjungan ini penting biar kita tidak hanya mendengar dari TNI dan pemerintah.
Selain itu masalah ini harus diselesaikan. Sebab polemik yang melibatkan TNI dan warga soal latihan perang itu bukan kali ini saja terjadi. Sebelum di Kebumen juga terjadi penembakan di Alas Tlogo, Pasuruan. 

Jadi jalan keluarnya seperti apa?

Tentara harus dikasih tempat mungkin saja di luar Jawa. Ini memang alternatif radikal, tetapi paling bagus. Masa mereka harus latihan di tengah pemukiman rakyat?
Pemilihan lokasi itu sesuai dengan UU TNI yang mengharuskan pusat latihan TNI berjauhan dengan pemukiman penduduk.
Untuk itu perlu dicarikan alternatif lahan yang masih kosong. Harapan saya dengan pemindahan lokasi konflik anatara warga dengan TNI bisa diatasi.

Kalau TNI menolak, bagaimana ?

Tidak ada alasan untuk menolak. TNI harus punya perspektif kerakyatan, bukan hanya perspektif kekuasaan dan kekerasan. Sekarang ini perspektifnya masih kekuasaan dan kekerasan. Padahal mereka kan instrumen negara, tidak boleh menindas rakyat.

Jumat, 29 April 2011

Siaran Pers Bersama

Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan,
Tim Advokasi Petani UrutSewu Kebumen (TAPUK),
YLBHI-LBH Semarang,
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA)
.
Pertemuan di Kanwil BPN Jateng:
Meretas Jalan Penyelesaian Konflik Agraria di UrutSewu Kebumen

Semarang, 18 April 2011. Hari Sabtu, tanggal 16 April 2011 pukul 14.00 di kawasan Urutsewu (yang terdiri dari Kecamatan Mirit, Ambal dan Buluspesantren) telah terjadi tindakan “brutal” yang disertai penembakan dari aparat TNI kepada masyarakat sipil. Jika dirunut sejarahnya maka akar masalah kejadian ini adalah konflik tanah, yaitu ketika pihak TNI mengklaim tanah warga di kawasan Urutsewu sebagai tanah milik TNI untuk digunakan sebagai kawasan latihan perang.

Sejarah Tanah

Tanah di kawasan Urutsewu oleh petani telah digarap secara produktif sejak jaman kolonial sampai sekarang. Pada tahun 1932 dilakukan pemetaan tanah, yang dalam idiom lokal disebut masa “Klangsiran”. Hasil dari pemetaan tanah tersebut adalah:
Pertama, Klasifikasi Tanah. Klasifikasi tanah tersebut menghasilkan pembagian kategori menjadi 5 persil atau kelas tanah yang di dalam data administrasi disebut persil mulai D-1 hingga D-5; dimulai dari jalan raya (kini disebut Jl. Daendels) hingga patok beton “Pal Budheg”.
Kedua, menentukan batas antara tanah negara dengan tanah rakyat, yang dikenal dengan “Pal Budheg”, patok tanah dengan kodevikasi Q222 di desa Setrojenar (Buluspesantren), Q216 di desa Entak (Ambal) dan Q215 di desa Kaibon (Ambal) serta beberapa “pal budheg” di titik lain yang disinyalir hilang atau rusak sebab dipakai sebagai latihan titis dengan penanda bendera dan digunakan untuk sasaran tembak kanon pada saat latihan TNI. Jarak “Pal Budheg” yang menjadi penanda batas tanah negara berada pada titik sejauh 216 meter, 222 meter dan paling jauh 250 meter dari garis air.

Tanah “negara” ini yang kemudian dipakai oleh tentara kolonial sebagai kawasan latihan militer. TNI kemudian juga menggunakan kawasan tersebut sebagai kawasan latihan militer. Namun yang membedakan adalah, TNI mencaplok juga tanah “rakyat”. Klaim TNI atas kawasan Urutsewu “direstui” oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Peratura Daerah Jawa Tengah No. 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029 yang menetapkan kecamatan Mirit sebagai kawasan pertahanan keamanan. 

Pemerintah Kabupaten Kebumen juga sedang membahas rancangan Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Kebumen, dengan pasal kontroversial berupa perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan militer. Selain untuk kawasan militer, TNI juga mengokupasi tanah masyarakat untuk bangunan fisik. Di kawasan itu banyak terdapat bangunan infrastruktur Dislitbang AD yang dibangun tanpa persetujuan para petani pemilik tanah.

Pertemuan di BPN Kanwil Jawa Tengah

Pertemuan dipimpin oleh Kepala Wilayah BPN Jawa Tengah, dihadiri oleh Kepala BPN Kebumen, FPPKS, YLBHI-LBH Semarang, KPA. Pihak BPN menyatakan bahwa TNI meng-klaim telah menggunakan kawasan tersebut sebagai kawasan militer dengan bukti peminjaman tanah untuk kawasan latihan militer. BPN juga menyatakan TNI belum memiliki hak atas tanah. Dalam pertemuan tersebut perwakilan masyarakat menyatakan memiliki hak atas tanah karena disertai oleh beberapa bukti warkah tanah.

Mensikapi pertemuan tersebut, Erwin Di Kristianto, YLBHI-LBH Semarang menyatakan: “Warkah tanah yang dimiliki warga membuktikan bahwa klaim tanah yang dimilki TNI adalah sepihak dan tidak berdasar. Sekarang tinggal kemauan politik dari BPN untuk menyelesaikan persoalan agrarian ini”.
“Petani Kebumen jelas telah menguasai serta menggarap tanah tersebut secara produktif. Kami akan terus berjuang merebut kembali hak atas tanah”, kata Seniman, FPPKS. “Negara harus mendahulukan kesejahteraan rakyat dalam menyelesaikan kasus ini, karena bagaimanapun, apa yang telah dikerjakan masyarakat selama berpuluh-puluh tahun mendiami wilayah tersebut harus dihargai. Kami menuntut TNI untuk mundur dari wilayah tersebut”, tutup Zaenal, KPA.        

Kamis, 21 April 2011

Statement Dukungan: Pernyataan Sikap KPPRP

PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA
Nomor: 347/PS/KP-PRP/e/IV/11

Mengecam keras tindakan brutal TNI AD di Kebumen!
Rezim neoliberal harus bertanggungjawab terhadap penembakan petani di Kebumen!

Salam rakyat pekerja,

Sepertinya masih segar ingatan kita, ketika SBY menyatakan senang karena sejak awal kepemimpinannya pada tahun 2004, sudah tidak ada lagi pelanggaran berat HAM. Pernyataan ini diucapkan oleh SBY pada saat memberikan pengarahan di acara Rapat Pimpinan TNI dan Polri 2011 pada tanggal 21 Januari lalu. Sementara kasus Alas Tlogo, kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah, pembunuhan pendeta Kinderman Gire di Papua oleh TNI, serta munculnya video youtube mengenai kekerasan sejumlah anggota TNI di Nabire terhadap seorang pria yang diduga anggota OPM, jelas terjadi pada masa kepemimpinan SBY. Mungkin SBY yang memimpin rezim neoliberal di Indonesia menganggap beberapa kasus tersebut, hanyalah kasus atau pelanggaran kecil yang dilakukan oleh bawahannya.

Kasus penembakan terhadap sejumlah petani oleh aparat TNI AD di kawasan Urut Sewu, Desa Sentrojenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah pada tanggal 16 April 2011, mungkin juga akan dianggap sebagai pelanggaran kecil oleh rezim neoliberal. Tindakan kekerasan ini telah menyebabkan sedikitnya 13 warga tertembak, dan puluhan orang lainnya mengalami luka-luka akibat disiksa di Kantor Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD, Desa Setrojenar. Sementara beberapa orang masih diinterogasi di Mapolres Kebumen. Hingga sore hari pada 16 April 2011, TNI AD masih melakukan sweeping ke rumah-rumah warga untuk mencari para pemimpin aksi. Peristiwa ini masih mencekam hingga saat ini.

Peristiwa ini sendiri berawal dari penolakan warga terhadap rencana TNI AD membangun fasilitas Pusat Latihan Tempur (PUSLATPUR) di atas tanah yang dinyatakan oleh warga sebagai tanah ulayat. Telah berbagai unjuk rasa dilakukan oleh para warga untuk mencegah pembangunan fasilitas PUSLATPUR tersebut, hingga puncaknya pada tanggal 11 April 2011, beberapa warga membangun blokade. Pembangunan blokade ini merupakan sikap penentangan terhadap TNI AD yang mengadakan kegiatan latihan di tempat tersebut. Warga hanya ingin kawasan Urut Sewu sebagai kawasan pertanian dan pariwisata.

Konflik warga Urut Sewu dengan TNI AD sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1982. Rezim militer Orde Baru ketika itu, meminta warga membebaskan lahan pertaniannya seluas dua hektar untuk didirikan kantor Dislitbang TNI AD, yang posisinya berada di sisi Timur pintu masuk Pantai Bocor. Dalam perjalanannya, TNI AD malah memperluas klaim area latihannya mulai 250 meter dari bibir pantai menjadi 750 meter dari bibir pantai. Panjang area latihan itu pun sangat panjang, dari Sungai Wawar sampai Luk Ulo sepanjang 22,5 kilometer. Total areanya mencapai 1.050 hektar. Beberapa areal pertanian warga yang telah bersertifikat pun diklaim menjadi milik TNI AD, contohnya menara pengintai Dislitbang TNI AD di Pantai Bocor didirikan di atas tanah milik warga setempat. Karena sedemikian luasnya areal latihan tempur tersebut, maka jaminan keamanan warga pun menjadi hilang. Terbukti pada tanggal 2 Maret 1997, lima orang anak kemudian meninggal dunia karena terkena ledakan bom mortir.

Selain masalah areal pelatihan tersebut, ternyata tanah yang luas tersebut menyimpan pasir besi yang sangat bagus. Maka tidak aneh, sepanjang pesisir pantai Selatan Kabupaten Kebumen memang dijadikan sebagai kawasan penambangan pasir besi. Sumber pasir besi ini berada di 15 desa dan berada di tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Mirit, Ambal, dan Buluspesantren. Namun sejak tahun 2009, warga menentang rencana eksploitasi pasir besi ini karena hanya akan merusak lingkungan dan areal pertanian warga. Bahkan penolakan terhadap rencana eksploitasi ini juga pernah dilayangkan oleh DPRD Kebumen di bulan Mei 2009. Alasan penolakan sebagian besar anggota DPRD Kebumen tersebut antara lain, penambangan pasir besi akan merusak pantai Selatan dan menimbulkan erosi sehingga mengancam budidaya pertanian lahan kering warga. Selain itu, pesisir Kebumen rencananya akan dihijaukan sebagai salah satu langkah untuk menahan tsunami dan gelombang laut tinggi.

Sudah sejak lama, warga petani di daerah tersebut menolak keberadaan pusat latihan tempur dan kawasan penambangan pasir besi ini. Argumentasinya sederhana, dengan adanya pusat latihan tempur dan kawasan penambangan pasir besi, maka kawasan pertanian warga menjadi rusak, kerusakan jalan, serta tidak adanya jaminan kesejahteraan. Tetapi walaupun penentangan warga terhadap eksploitasi pasir besi di enam desa wilayah pesisir Kecamatan Mirit tersebut sudah dilakukan, namun pemberian izin eksploitasi pasir besi oleh PT Mitra Niaga Tama Cemerlang Jakarta akhirnya dilakukan oleh Pemda Kabupaten Kebumen pada tanggal 31 Januari 2011.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI AD pada tanggal 16 April 2011, jelas sangat terkait dengan perlindungan yang diberikan TNI AD kepada perusahaan penambangan pasir besi tersebut. Hal ini sekali lagi menunjukkan keberpihakan aparat keamanan beserta rezim neoliberal kepada para pemilik modal. Bahkan demi mengeruk keuntungan sumber daya alam yang dilakukan oleh pemilik modal, rezim neoliberal akan memberikan ijin eksploitasi, walaupun pemberian ijin eksploitasi tersebut akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan keselamatan rakyatnya.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

1.  Mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI AD kepada para petani di Kebumen.
2.  Rezim neoliberal yang dipimpin oleh SBY telah melakukan kebohongan publik dengan menyatakan tidak pernah ada pelanggaran berat HAM pada masa kepemimpinannya.
3.  Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh rezim neoliberal, melalui aparatnya, merupakan salah bentuk tidak adanya jaminan keamanan dan keselamatan bagi rakyat Indonesia di bawah kepemimpinan neoliberalisme.
4.  Bangun kekuatan politik alternatif dari seluruh elemen gerakan rakyat untuk menumbangkan rezim neoliberal dan melawan neoliberalisme
5.  Kapitalisme-neoliberal telah gagal untuk mensejahterakan rakyat dan hanya akan membuat rakyat Indonesia sengsara, maka hanya dengan SOSIALISME lah rakyat Indonesia akan sejahtera.


Jakarta, 18 April 2011


Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)

Ketua Nasional
(Anwar Ma'ruf)

Sekretaris Jenderal
(Rendro Prayogo)



maklumat split untuk komentar yang tak etis

tanpa bermaksud menghalangi orang berpendapat, terpaksa redaksi menDELETE komentar yang kotor dan fitnah. mereka, dua orang, yang demi kebaikan beretika kami tetap rahasiakan namanya; menuduh kami "ongkang2 di Yogya, sementara para petani bertarung". Mereka, dua orang tolol ini tak tahu, bahwa kami ada di GARIS MASSA dan jadi korban kebrutalan itu.
Dengan begini, semoga mereka, dua orang tolol itu, tahu siapa dirinya dan di keranjang mana tempatnya...
Maaf.

Statement Dukungan

Salam perjuangan !

Saudara senasib seperjuangan FPPKS di Kebumen, kami masyarakat pesisir yang 
tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo Jogjakarta mendukung 
sepenuhnya perjuangan masyarakat pesisir Kebumen, kami mengutuk keras aksi 
brutal yang dilakukan oleh TNI terhadap rakyat. Mari meneguhkan perjuangan 
bersama di sepanjang pesisir Jawa yang hendak dijadikan Jalan Lintas Selatan 
Jawa beserta agenda-agenda perampasan hak rakyat atas tanah dan HAM melalui 
industrialisasi baik pemodal asing maupun dalam negeri.

Bersama surat ini, kami sertakan pernyataan sikap resmi yang kami sampaikan di 
media di Jogjakarta khususnya (terlampir). Sampai ketemu di medan perjuangan 
bersama dengan semangat menuju gerakan rakyat yang otonom.

Bertani atau mati, tolak tambang besi !!!

PPLP KP
PAGUYUBAN PETANI LAHAN PANTAI (PPLP) KULON PROGO
Sekretariat: Bugel 2, Panjatan, Kulon Progo, Yogyakarta 55655
www,petanimerdeka.tk    email: petanimerdeka@yahoo.com , telp: 0819 0428 0260, 0818 0430 0811

PERNYATAAN SIKAP PPLP KP
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh TNI AD terhadap para petani di Kebumen pada 16 April 2011 nyata-nyata merupakan bukti bahwa rakyat sebagai kedaulatan tertinggi NKRI justru diabaikan keberadaan dan hak hidupnya oleh negara. Sebagai bentuk solidaritas terhadap sesama rakyat yang hidup di sepanjang pesisir selatan Jawa yang terkena agenda industrialisasi, PPLP KP menyatakan sikap sebagai berikut:
Mengutuk keras aksi penyerangan dan penembakan oleh TNI AD terhadap rakyat di Kebumen.
Mendukung perjuangan masyarakat pesisir di Kebumen yang tergabung dalam FPPKS.
Menyatakan perang terhadap segala bentuk industrialisasi dan agenda perampasan hak rakyat atas tanah, lingkungan, ekonomi sosial budaya, dan HAM, baik yang terjadi di Kebumen maupun yang mungkin akan terjadi di Kulon Progo dan wilayah lainnya.
Menuntut pengusutan peristiwa penyerangan dan penembakan terhadap rakyat tersebut secara independen, dan penghentian kriminalisasi terhadap rakyat yang telah menjadi korban.

Demikian pernyataan solidaritas kami bagi masyarakat senasib seperjuangan.

Bertani atau mati, tolak tambang besi !!

Paguyuban Petani Lahan Pantai  
Kulon Progo


SUPRIYADI, Spd.
Ketua

SUKARMAN
Sekretaris

Statement Dukungan

Salam Perjuangan....

Kami secara politik mendukung sepenuh2nya perjuangan warga Urut Sewu dan rakyat secara keseluruhan dalam memperjuangkan kesejahteraannya.

Hidup rakyat
Hidup petani

--
--
(Kolektif Nasional PEMBEBASAN)
Alamat Sekretariat:
Jalan Tebet Timur III J No 1B Jakarta Selatan
Tel/Fax: 02183790348
Contac person:
085647735174 (Mutiara Ika), 085696708285 (Ino)

Sikap Politik

Solidaritas dan dukungan penuh terhadap perjuangan rakyat dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) di Urutsewu Desa Setro Jenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah.


Bersatulah rakyat!
Hancurkan militerisme, Bubarkan komando teritorial, Gulingkan pemerintahan agen imperialis SBY-Boediono !

Peristiwa penembakan petani/rakyat yang dilakukan aparat TNI/Polisi-Brimob bukan baru kali ini terjadi, sudah seringkali arogansi dan keserakahan militer mengakibatkan jatuhnya korban di pihak warga/petani. Arogan, congkak, serakah, sok jago dan berkuasa atas nyawa dengan menenteng senjata, itulah wajah militer saat ini. Perseteruan antara warga Urut Sewu dan tentara/militer pun bukan kali ini saja. Perseteruan yang disebabkan oleh klaim palsu dari pihak TNI-AD atas tanah warga Urut Sewu yang dijadikan sebagai area latihan perang telah beberapa kali merugikan warga. Tanah warga yang ditanami berbagai komoditi tanaman pangan menjadi rusak akibat dipakainya tanah produktif tersebut untuk latihan perang. Bahkan, pada tahun 1987, beberapa anak kehilangan nyawa akibat meledaknya sisa-sisa bom yang tergeletak di atas tanah warga. 

Selain itu, kerugian petani juga dikarenakan setiap pelaksanaan latihan dan ujicoba senjata, selalu disertai larangan petani dan nelayan untuk bekerja. Di kawasan ini petani lahan pesisir banyak membudi-dayakan tanaman holtikultura yang membutuhkan perawatan rutin dan intensif.

Insiden kekerasan di Urutsewu Desa Setro Jenar, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen Jawa Tengah yang melibatkan TNI AD dari Dinas Penelitian dan Pengembangan (DISLITBANG TNI AD) Setro Jenar pada hari ini Sabtu 16 April 2011 Pukul 14.00 Wib, semakin menambah panjang daftar kejahatan tentara (kekerasan bersenjata) dalam kasus-kasus konflik agraria yang melibatkan militer setelah Orde Baru.

Kepentingan modal (neoliberal) dan tentara vs rakyat Urut Sewu.

Munculnya Eksploitasi Tambang Pasir Besi.
Hal di atas adalah fakta terbaru selain sengketa lahan warga dan tentara (yang didukung pemerintah). 

"Di kawasan pertanian dan pariwisata tradisional bakal dijadikan areal pertambangan pasir besi. Ironisnya, kawasan yang semula dialokasikan untuk kawasan Hankam juga diassetkan sebagai bagian dari areal pertambangan pasir besi Mirit, Kebumen. Perkembangan terakhir yang paling mengejutkan paska dikeluarkannya Ijin Usaha Pertambangan No.503/001/KEP/2011oleh KPPT Kab. Kebumen adalah lolos dan disetujuinya AMDAL yang di semua tahapannya tidak partisipatif. Apa makna dari semua ini? Kenapa TNI-AD juga menyertakan 317,48 Ha “tanah TNI-AD” (yang sejatinya bukan hak pemilikan TNI-AD) dari 591,07 Ha kebutuhan cadangan produksi dengan total kebutuhan 984,79 Ha (semula 1.000,97 Ha) PT. MNC Jakarta. Komisaris utama korporasi penambang pasir besi ini juga seorang yang berasal dari kesatuan tentara. Artinya, usaha eksploitasi pasir besi di pesisir UrutSewu ini, tak lain adalah kepentingan dan bisnis “klan” tentara". (Sumber: dari selebaran yang dikeluarkan oleh Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan).

Sabotase tanah oleh rezim dari tahun ke tahun selalu membangkitkan perlawanan kaum tani Indonesia. Para petani sering dipaksa berhadap-hadapan dengan penguasa tanah (modal asing dan lokal), sebut saja PTPN, dll. Selain itu, seringkali juga para petani berhadapan dengan tentara, baik tentara itu sebagai penjaga modal maupun sebagai penguasa tanah itu sendiri. 

Di tempat-tempat lain, kasus sengketa tanah antara kolaborasi negara-pengusaha-tentara versus rakyat banyak terjadi, dan rakyat miskin pasti menjadi korban. Mulai dari Wanosobo, Garut, Cianjur, Tasikmalaya, Bulukumba, Muko-muko, Labuhan Batu, Porsea, Luwu, Mangarai, Lombok Tengah, Halmahera dan Bayuwangi, semuanya menunjukkan bahwa pola-pola militeristik-lah yang digunakan untuk meloloskan kepentingan modal. Di tengah kepemilikan lahan yang rata-rata saat ini hanya 0.5 Ha untuk produksi pangan dan pertanian, fakta ini akan memperparah produktivitas pangan di masa yang akan datang serta berimplikasi buruk terhadap kedaulatan pangan rakyat. 

Liberalisasi dan kehancuran tenaga produktif rakyat.

Semakin masifnya liberalisasi pertanahan dimulai pascaNational Summit 2009 dan semakin kuat dengan adanya dokumenTechnical Assistance ADB (Asian Development Bank) yang secara tehnis mengatur penyusunan RUU Pertanahan dan PP Reforma Agraria oleh BPN, dan ini menjadi proyek besarnya ADB dan World Bank. Proyek itu bernama LMPDP (Land Management and Policy Development Project/ Pengelolaan Tanah dan Proyek Pengembangan Kebijakan). Prosesnya sudah dimulai sejak tahun 2005 lalu, BPN sebagai eksekutor proyek telah menerima dana dari ADB sebesar 500.000 US$ dari total biaya proyek sebesar 625.000 US$.

Persoalan-persoalan di atas memang tidak akan bisa dimenangkan rakyat tanpa adanya gagasan penyatuan perlawanan dari seluruh unsur rakyat untuk menjatuhkan pemerintahan agen imperialisme SBY-Boediono, beserta tentara-tentara penjaga modalnya (kekuatan militer). Dari situasi di atas, kami dari Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) mengecam keras tindakan represif tentara terhadap warga Setro Jenar sehingga mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak warga. Untuk itu kami menuntut:

Kembalikan tanah warga dan berikan hak sepenuhnya warga untuk mengolah tanah.
Hentikan aktifitas latihan perang TNI-AD Setro Jenar, Kebumen.
Seret, tangkap, adili dan penjarakan aparat pelaku kekerasan beserta perwira-perwira tingginya.
Berikan tanah, modal dan tehnologi pertanian yang modern dan massal bagi petani.
Bubarkan komando teritorial tentara.
Gulingkan pemerintahan agen imperialis SBY-Boediono.

Dalam memenangkan tuntutan-tuntutan rakyat di atas, persatuan adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Solidaritas antar gerakan rakyat, persatuan perlawanan dan dukungan rakyat luas adalah kunci kemenangan bagi perjuangan rakyat miskin.

Bersatu, dan teruslah berjuang warga Urut Sewu, Setro Jenar, Kebumen.
Salam juang!
Semoga Berkobar!

Jakarta, 18 April 2011
Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional
(PEMBEBASAN)

Ketua Umum
Mutiara Ika

Sekjend
Sutrisno Bandu

Senin, 18 April 2011

PERNYATAAN SIKAP FPPKS

Berkaitan dengan aksi brutal tentara yang terjadi pada Sabtu, 16 April 2011; saat tentara Batalyon 403 Yogyakarta menyerang warga sipil dan petani desa Setrojenar, Kebumen Selatan. Maka FPPKS menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengutuk tindakan brutal yang telah menyakiti badan, hati, merendahkan martabat manusia, merusak kehormatan dan harta benda serta menimbulkan trauma buruk bagi penduduk;
2. Menuntut penarikan mundur pasukan tentara dari seluruh kawasan UrutSewu, segera dan selamanya;
3. Adili tentara brutal, baik pelaku tindakan brutal mau pun komandan dan pimpinannya:
4. Pemulìhan situasi sosial yang tak menentu, tanpa intervensi militer.
Demikian pernyataan sikap FPPKS.

Kebumen, 17 April 2011

Kamis, 14 April 2011

Statement Dukungan


To: fppks@yahoo.com
Cc: Imam Yudotomo; Erwin
Subject:  SOLIDARITAS UNTUK FPPKS

RUKUN TANI INDONESIA
JL. Sukun No. 18, Karang Bendo, Banguntapan, Yogyakarta 55198

Nomor: 11/04/RTI/2011*
H a l : Solidaritias untuk FPPKS

Salam Solidaritas,

Hidup Petani!  Hidup Petani!

Sudah 30 tahun lamanya petani di Kebumen yang sekarang tergabung dalam FPPKS (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan ) menderita. Penyebabnya adalah tanah yang dikuasai oleh petani dan selama ini dipergunakan untuk lahan pertanian diserobot oleh TNI-AD yang digunakan untuk latihan militer.

Karena itu petani dengan tegas menolak lahan miliknya dijadikan pusat latihan dan uji coba alutista. selain itu juga lahan tersebut akan didirikan kawasan pertambangan besi di Kebumen selatan yang akan mengeruk dan mengeksplitasi, merusak lingkungan.

Kami atas nama Rukun Tani Indonesia mendukung aksi-aksi yang dilakukan oleh FPPKS (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan) dan menyatakan sikap sebagai berikut:

1.       Mendukung aksi-aksi yang dilakukan oleh FPPKS (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan )
2.       Menolak dengan keras penyerobotan lahan milik petani oleh Militer Angkatan Darat.
3.       Menolak kawasan Urut Sewu dijadikan kawasan Hankam
4.       Menolak Kawasan urat Sewu dijadikan kawasan pertambangan besi di Kebumen selatan
5.       Kembalikan Lahan Petani untuk lahan pertanian

Demikian pernyataan sikap ini dibuat sebagai bentuk dukungan dan solidaritas terhadap perjuangan yang dilakukan oleh kawan-kawan perjuangan FPPKS (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan).

Yogyakarta, 13 April 2011

Rukun Tani Indonesia

Rudi Casrudi
Kordinator umum

Selasa, 12 April 2011

STATEMENT FPPKS


Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan  |  FPPKS
Sekretariat: Jl. Daendels, Kaibonpetangkuran Rt.03-Rw.02, Kec. Ambal, Kebumen 54392
_____________________________________________________________________

PERNYATAAN SIKAP

            Aksi massarakyat petani UrutSewu, Senin 11 April 2011 lalu, berhasil menggagalkan agenda TNI-AD melaksanakan ujicoba senjata berat meriam produk Korea. Ini dapat dicatat sebagai referensi “kemenangan kecil” petani dalam perjuangan tercapainya penetapan Kawasan UrutSewu sebagai kawasan pertanian dan agrowisata secara permanen di masa depan.
            Tetapi pada malam paska aksi perlawanan petani ini diselenggarakan pertemuan dengan Pangdam IV/Diponegoro dan Kapolda Jateng.  Hanya saja porsi waktu dan level yang ada jelas tidak memungkinkan penyelesaian. Pada kenyataannya tak terjadi titik temu selain hanya melihat perlunya diagendakan forum lanjutan.
            Terhadap opsi ini, pada prinsipnya FPPKS memang menyadari bahwa untuk dapat mencapai essensi kepentingan petani Kebumen selatan ini, tidak lah sederhana adanya. Perjuangan bagi kemenangan kepentingan mayoritas petani UrutSewu ini merupakan perjalanan panjang yang di dalamnya butuh dukungan berbagai fihak. Termasuk dalam hal ini adalah pemerintah Kabupaten Kebumen.
Dalam skema perjuangan FPPKS memang demikian. Memaknai kemandirian daerah, dengan membumikan gagasan kemandirian petani kawasan UrutSewu khususnya, adalah tugas programatik organisasi petani ini. Maka setelah aksi penolakan ujicoba senjata ini berhasil dilaksanakan, FPPKS perlu menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut :

1.      Bahwa tuntutan yang menjadi komitmen perjuangan bersama FPPKS sejauh ini benar-benar merupakan tuntutan mayoritas petani yang menghendaki terciptanya situasi dan kondisi kerja yang terbebas dari rasa resah, khawatir dan takut; sebagai dampak dari pelaksanaan latihan TNI dan ujicoba senjata berat;
2.      Bahwa dipandang penting melaksanakan skema perjuangan terkait  tuntutan penetapan kawasan Urutsewu sebagai kawasan pertanian dan agrowisata, serta membawa substansi tuntutan ini langsung kepada institusi yang memiliki kewenangan dalam hal ini dengan menyertakan dukungan pemerintah daerah;
3.      Dengan begitu kami menolak menyelesaikan dengan fihak Kodam IV/Diponegoro, karena jelas-jelas institusi ini tak memiliki kewenangan lebih dari sekedar pelaksana program dan kegiatan latihan TNI-AD maupun ujicoba senjata berat;
4.      Hal sebagaimana disampaikan pada item 3 di atas, juga disebabkan karena fihak Kodam IV/Diponegoro telah bias dalam menilai pelaksanaan aksi petani UrutSewu berdasarkan asumsi bahwa aksi tersebut merupakan aksi dua desa saja, serta menganggap bahwa tuntutan penetapan kawasan pertanian dan agrowisata sebagai bukan keinginan mayoritas petani UrutSewu. Padahal essensi tuntutan ini telah pula disampaikan pada aksi unjuk rasa FPPKS (23/3) sebelumnya;
5.      Tuntutan FPPKS tetap mendasarkan pada tuntutan sebagaimana disampaikan dalam aksi berkaitan dengan penolakan kawasan hankam dan penolakan rencana tambang pasir besi di kawasan UrutSewu, yakni menetapkan secara permanen kawasan UrutSewu sebagai kawasan pertanian dan agrowisata;
6.      Intinya, FPPKS menuntut dukungan pemerintah kabupaten untuk menyampaikan tuntutan penetapan secara permanen kawasan pertanian dan agrowisata ini kepada institusi yang memiliki kewenangan untuk menghentikan segala kegiatan yang jelas-jelas telah menimbulkan kerugian terhadap petani dalam berbagai bentuknya.  

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan untuk menjadi pegangan perjuangan organisasi FPPKS bersama para elemen pendukungnya.