HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Sabtu, 16 Juli 2011

Meluruskan Opini Sesat


Belakangan ini beberapa fihak menyoal eksistensi koalisi pengacara non-profit yang tergabung dalam Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen (TAPUK). Tim yang berkomitmen mendampingi petani Urutsewu dalam konflik petani versus TNI-AD ini, bahkan telah dilaporkan oleh mereka yang menamakan dirinya sebagai  “sesepuh” Urutsewu ke polisi (SM, 9/6). Menurut para “sesepuh” Urutsewu, yakni Sukamto (Mirit), Martono (Ambal) dan Wantoro (Buluspesantren) dalam laporan pengaduannya ke Polres Kebumen, bahkan tembusan surat ini dilayangkan juga ke Gubernur hingga Presiden, dari Kapolda hingga Kapolri di Jakarta. Mereka meminta polisi untuk menindak dan menghentikan fihak yang mereka anggap membesar-besarkan issue Urutsewu serta memprovokasi warga agar melawan pemerintah. 
Tekanan terhadap koalisi TAPUK tak remeh. Namun keyakinan bahwa kepentingan rakyat Urutsewu, khususnya petani pesisir harus dibela; itu lebih dari sekedar panggilan jiwa. Ada ancaman latent lain yang jika dibiarkan akan memporak-porandakan kelestarian bumi pesisir ini. Jika orang mau memahami persoalan ini secara utuh, tak ada alasan untuk memusuhi perjuangan petani yang tengah mati-matian mempertahankan hak-haknya. 
Opini Sesat Yang Mengabaikan Hak Petani Pesisir
Menanggapi opini “sesepuh” Urutsewu ini, tim advokasi dengan tanpa bermaksud merendahkan elemen massa dan aspirasi orang lain, menganggap justru dasar laporan mereka itu yang mengada-ada. Pada dasarnya issue Urutsewu memang telah menjadi issue nasional yang besar. Bahwa ada sementara fihak, termasuk “sesepuh” Urutsewu ini, yang menganggap bukan sebagai issuebesar; hal ini tak berpengaruh terhadap visi tim advokasi yang bekerja dengan metode litigasi dan non-litigasi dalam melaksanakan misinya. Memang, sebagai sebuah aliansi lintas lembaga, TAPUK tidak sedang berurusan dengan orang-orang yang tidak menjadi korban dalam konflik petani versus TNIdi kawasan Urutsewu.
Mereka yang mengaku sebagai “sesepuh” Urutsewu ini pun bukanlah orang yang menjadi korban brutalitas tentara. Juga bukan dari kalangan petani para pemilik tanah di zona pesisir yang tengah terancam hak sejarah dan hak pemilikan tanahnya. Jadi wajar saja. Sedangkan petani Urutsewu yang berurusan dan berhubungan dengan  TAPUK adalah petani dan warga yang memang menjadi korban. Baik korban kekerasan tentara brutal sebagaimana terjadi dalam insiden Setrojenar (16/4), maupun korban upaya perampasan sistematis atas tanah-tanah sepanjang pesisir Urutsewu. Fakta ini cukup jelas untuk mengatakan bahwa issue Urutsewu memang sebuah persoalan besar yang mustahil dapat dimenangkan oleh petani pemilik tanah yang tercerai berai, tanpa pendampingan fihak yang peduli.
Mereka yang mengaku menjadi warga Urutsewu, tetapi mengabaikan adanya persoalan serius di dalamnya, khususnya di kawasan pesisir selatan; berarti telah mengabaikan persoalan serius. Kalau pun sekarang muncul banyak elemen juga tak masalah. Tetapi apakah kemunculan banyak organisasi itu akan bermanfaat terhadap perjuangan para petani yang tengah dan akan terus membela serta mempertahankan hak-haknya; itu yang akan menjadi parameter eksistensinya. Petani tidak lagi bodoh untuk menilai semuanya. Hanya paska insiden serangan brutal tentara di Setrojenar, banyak yang masih trauma. Tetapi keberanian akan muncul dalam ikatan filosofis “sedumuk bathuk senyari bumi”.
(to be continued)

Rabu, 13 Juli 2011

Press-Release Bersama

Update Kekerasan Kebumen: Penolakan Negara

Kekerasan di Kebumen telah memasuki bulan ke empat pasca-kejadian per April 2011. Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen (TAPUK), menyesalkan tidak adanya kejelasan atas penyelesaian kasus tersebut. Tindakan hukum justru hanya dikenakan terhadap enam orang warga, yang disangka melakukan pengrusakan terhadap instalasi militer TNI AD, dan penganiayaan terhadap warga lain. Sementara, anggota TNI AD yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga, serta pengrusakan terhadap sejumlah aset milik warga (sepeda motor), belum dilakukan tindakan hukum apapun.

Kami mencatat beberapa rangkaian laporan yang telah disampaikan warga setempat kepada pihak kepolisian (Polres Kebumen) dan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo, atas peristiwa kekerasan tanggal 16 April 2011. Terhadap laporan tersebut pihak Polres Kebumen telah mengalihkan/melanjutkan laporan warga tersebut ke Sub Denpom IV/2-2 Purworejo. Namun,  Komandan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo Kapten Cpm Hadi Wahyudi mengatakan, tidak memiliki kewenangan untuk menjelaskan proses hukum terhadap sejumlah anggota TNI yang diduga melakukan penembakan, penganiayaan dan perusakan sepeda motor milik warga, dan mengalihkannya ke Danpomdam IV/Diponegoro untuk kejelasan proses hukum tersebut.

Kami juga telah melayangkan surat (sebanyak tiga kali) ke Sub Denpom dan juga Denpom, untuk mengetahui informasi perkembangan kasus dan proses hukum terhadap anggota TNI, terkait peristiwa tanggal 16 April 2011, sekali lagi ketiga surat tersebut, sampai dengan detik ini belum mendapatkan respon apapun. Ketiadaan respon dari pihak TNI maupun dari aparat hukum dan institusi negara yang lain, terhadap serangkaian laporan yang disampaikan warga menunjukkan adanya ‘pengabaian’ dari negara untuk penyelesaian kasus ini.

Sampai dengan saat ini, enam orang warga sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Kebumen, dan sudah memasuki tahap eksepsi dari pihak warga, atas dakwaan yang dikemukakan Jaksa. Berikut daftar warga yang tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Kebumen:

No.
Nama Warga
Dakwaan
Tindak Pidana
1
Solekhan als. Lekhan bin Sadimin; Lahir di Kebumen, 1979
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHP, subsidair Pasal 212 KUHP.

Pengrusakan terhadap barang
2
Sobirin als. Birin bin Wasijo, laki-laki lahir di Kebumen, 29 Maret 1981.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.

Pengrusakan terhadap barang
3
Mulyono bin Mihad (alm) lahir di kebumen, 13 Oktober 1968.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.

Pengrusakan terhadap barang
4
Adi Wiluyo bin Banjir, lahir di Kebumen, 1 November 1988
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.

Pengrusakan terhadap barang
5
Asmarun als. Lubar bin Jaswadi, lahir di Kebumen, 14 Agustus 1971.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, sebagaimana Pasal 170 KUHP

Penganiayaan
6
Sutriono als. Godreg bin Lamija, lahir 14 Februari 1986.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, sebagaimana Pasal 170 KUHP

Penganiayaan

Ketiadaan proses hukum terhadap anggota TNI AD yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga, yang mengakibatkan 14 orang warga menderita luka-luka, 6 diantaranya menderita luka tembak, memperlihatkan adanya diskriminasi dalam proses hukum. Ada pengingkaran terhadap amanat Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, yang mengamanatkan adanya persamaan di muka hukum, serta hak atas kepastian dan keadilan hukum bagi setiap warganegara. Tertutupnya pihak TNI dan tidak adanya proses hukum yang tegas, terhadap para anggota TNI yang melakukan tindak kekerasam, menunjukan belum adanya transparansi dan akuntabilitas di pihak TNI, atas keluhan yang diajukan oleh warganegara. Selain itu, hal ini juga menunjukan masih terpeliharanya impunitas TNI dari tindakan hukum apapun.

Dari pihak Komnas HAM, sebenarnya sudah mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait dengan kasus ini, yang ditujukan kepada pihak TNI AD, Bupati Kebumen, dan Polres Kebumen. Komnas HAM mengatakan ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia, terhadap sejumlah hak, seperti hak atas rasa aman, hak atas kepastian hukum, dan hak atas keadilan, di dalam kasus Kebumen. Menyikapi situasi tersebut, kami menuntut:

1.      Presiden sebagai panglima tertinggi, harus merombak sistem dan mekanisme internal, terkait dengan penghukuman bagi anggota TNI, sehingga bisa menjadi pembuka bagi terbongkarnya impunitas TNI.
2.      Adanya proses hukum yang adil dan imparsial, terhadap warga yang dituduh melakukan tindak pidana, yang saat ini tengah menjalani proses persidangan di PN Kebumen. Mereka harus didudukan tidak hanya sebagai pelaku tindak pidana, namun juga sebagai korban, atas tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak TNI AD.
3.      Denpom TNI AD, harus segera melakukan proses hukum terhadap para anggota TNI yang terlibat dalam tindak kekerasan dan pengrusakan. Dengan proses yang dilakukan secara terbuka dan menjunjung tinggi akuntabilitas hukum.
4.      Komnas HAM, menginisiasi untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan rekomendasi yang dikeluarkannya, sehingga ada jaminan tidak terjadi kembali pelanggaran hak asasi yang dialami warga.

Jakarta, 12 Juli 2011

Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen (TAPUK)

LBH PAKHIS Kebumen, LBH YAPHI Solo, LBH SEMARANG,
LBH YOGYAKARTA, ELSAM Jakarta, KontraS Jakarta, IHCS Jakarta, INDIPT Kebumen, PMII Kebumen, FPPKS Kebumen

PERNYATAAN SIKAP

Perkembangan situasi obyektif ihwal perjuangan petani di seluruh kawasan Urutsewu, khususnya yang terkonsentrasikan di desa Setrojenar, semenjak tragedi berdarah penyerbuan, penembakan, penganiayaan, pengrusakan dan perampasan hak serta barang pribadi yang dilakukan satuan tentara terhadap petani dan warga sipil. Hingga sekarang telah memasuki fase persidangan atas kasus yang timbul sebagai akibat langsung dari perjuangan petani di kawasan ini.
Maka dengan ini, Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan menyatakan sikap sebagai berikut:

(rumusan tengah dalam proses menunggu hasil sidang PN Kebumen)