HUTAN MONGGOT

“Menurut taksiran, korban yang dieksekusi dan dibuang di lokasi ini tak kurang dari 2.000 orang”, kata saksi sejarah sambil menunjukkan lokasinya [Foto: Humas YPKP]

SIMPOSIUM NASIONAL

Simposium Nasional Bedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang pertama digelar Negara memicu kepanikan kelompok yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66; lalu menggelar simposium tandingan

ARSIP RAHASIA

Sejumlah dokumen diplomatik Amerika Serikat periode 1964-1968 (BBC/TITO SIANIPAR)

MASS GRAVE

Penggalian kuburan massal korban pembantaian militer pada kejahatan kemanusiaan Indonesia 1965-66 di Bali. Keberadaan kuburan massal ini membuktikan adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu..

TRUTH FOUNDATION: Ketua YPKP 65 Bedjo Untung diundang ke Korea Selatan untuk menerima penghargaan Human Right Award of The Truth Foundation (26/6/2017) bertepatan dengan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korban Kekerasan [Foto: Humas YPKP'65]

Senin, 31 Januari 2011

FPPKS dan Tugas Sejarah --> Perubahan

Mungkin saja, kekuasaan dapat merubah arah sejarah sesuai dengan kepentingan kekuasaannya, tetapi tidak dapat merubah essensi sejarah itu sendiri. Arah sejarah dapat dibelokkan, dirubah secara sistematis (baca: licik) dengan cara membungkam kebenaran, dengan cara mengabaikan fakta-fakta.
Agaknya, inilah yang tengah terjadi hingga hari ini di kawasan budaya Urutsewu; pesisir selatan Kebumen itu. Kekuasaan tengah memproses dan menetapkan hukum dan serangkaian aturan yang lebih memihak kepentingannya (kekuasaan), ketimbang kepentingan rakyat banyak.

Misalnya, dalam kasus terakhir, penetapan aturan daerah atau rencana peraturan daerah yang sama sekali mengabaikan fakta sejarah, yang jelas bakal menghapus hubungan sejarah kepemilikan dan hubungan azasi petani dengan tanah miliknya. Hapusnya hubungan ini bukan melalui sebuah proses yang adil dan setara. Jika petani di kawasan ini kemudian tak bisa menerima ”pembelokan” ini, dan kemudian melawan, maka itu sebuah keniscayaan. Sebab yang dilawan itu bukan negaranya, tetapi kebijakan yang tak berkeadilan itu.

Dalam banyak kasus, petani atau elemen rakyat kelas bawah memang tak pernah diminta partisipasinya dalam proses yang adil dan setara itu, kecuali dalam hal menanggung beban sosial seperti dampak pembangunan dan kewajiban membayar ongkos serta pajak.

Padahal, dalam hal perbaikan nasib rakyat tani, disamping memang menjadi tugas kewajiban negara (kekuasaan) sebagaimana diamanatkan Konstitusi; banyak gagasan realistis yang jika didukung dan dikembangkan oleh negara bakal nyata-nyata menjawab kebutuhan rakyatnya. 

Konsep Desa Agrowisata

Barangkali ihwal pemikiran mengenai pencapaian kemakmuran bersama pada mulanya dihasilkan oleh sebuah kontradiksi. Kalau pun gagasan yang tengah dirumuskan dan dikembangkan FPPKS ini dianggap sebagai menandingi konsep pemanfaatan wilayah desa-desa sebagai ajang latihan tentara serta ujicoba senjata artileri. Boleh jadi. Tetapi yang terpenting dan pantas menjadi catatan sejarah atas ini semua adalah bahwa petani telah memulai membangun tradisi ilmiah. Membangun pemikiran.

Apalagi memang ada basis historis yang dapat menjadi pijakan kebenaran hukum yang berkeadilan. Berkeadilan untuk rakyat pemegang hak kepemilikan tanah. Pada dasarnya, negara memang tidak memiliki tanah. Negara ”hanya” menguasai tanah. Pun kekuasaan negara atas tanah itu wajib dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya.

Ihwal Desa Agrowisata adalah sebuah pemikiran yang landasan filosofisnya berakar di sini. Menjadi berdaya di tanah sendiri, di negeri sendiri; adalah tujuan utamanya. Maka, menjadikan kawasan Urutsewu sebagai kawasan budaya agraris yang modern, menjadi pijakan filosofis FPPKS. Inilah tugas sejarah kerakyatan FPPKS yang pada awalnya muncul sebagai manifestasi ketertindasan petani yang terkena dampak pembangunan jalan.Tetapi dalam perjalanannya, konsistensi pada problem menuntunnya pada "takdir" historisnya sendiri..

Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani 

Dengan posisi geografis di Katulistiwa serta kondisi alam, hayati, dan budaya yang beragam, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan agrowisata. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan sumber daya lahan yang ada.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) nomor tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber plasma nutfah/genetik dan atau sebagai areal wisata. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, peluang untuk mengembangkan berbagai komoditas pertanian pun semakin besar dengan menerapkan sistem pengelolaan lahan yang sesuai. Hal ini tercemin pada berbagai teknologi pertanian lokal yang berkembang di masyarakat dengan menyesuaikannya dengan tipologi lahan. Keunikan - keunikan tersebut merupakan aset yang dapat menarik bangsa lain untuk berkunjung/berwisata ke Indonesia.
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, kita bisa meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.
Pada era otonomi daerah, agrowisata dapat dikembangkan di  masing - masing daerah tanpa perlu ada persaingan antar daerah, mengingat kondisi wilayah dan budaya masyarakat di Indonesia sangat beragam. Masing - masing daerah bisa menyajikan atraksi agrowisata yang lain daripada yang lain.
Manfaat Pengembangan Agrowisata
 
Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat dipeoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata. 
Melestarikan Sumber Daya Alam 

Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah - wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya.
Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-toursm), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik, keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam ataupun kultur budaya masyarakat.
  2. Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.
  3. Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.
  4. Dorongan meningkatkan upaya konservasi. Wisata ekologi biasanya tanggap dan berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi burung dan satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan penghargaan/fasilitas kepada pihak yang membantu melindungi lingkungan.
Mengkonversi Teknologi Lokal 

Keunikan teknologi lokal yang merupakan hasil seleksi alam merupakan aset atraksi agrowisata yang patut dibanggakan. Bahkan teknologi lokal ini dapat dikemas dan ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain. Dengan demikian, teknologi lokal yang merupakan indigenous knowleadge itu dapat dilestarikan.
Teknologi lokal seperti Talun Kebun atau Pekarangan yang telah berkembang di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan salah satu contoh yang bisa ditawarkan untuk agrowisata. Teknologi lokal ini telah terbukti cukup mampu mengendalikan kesuburan tanah melalui pendauran hara secara vertikal. Selain dapat mengefisienkan pemanfaatan hara, teknologi ini juga dapat memanfaatkan energi matahari dan bahan organik in situ dengan baik sesuai dengan tingkat kebutuhan. Dengan demikian, melalui agrowisata kita dapat memahami teknologi lokal kita sendiri, sehingga ketergantungan pada teknologi asing dapat dikurangi. 

Meningkatkan Pendapatan Petani dan Masyarakat Sekitar 

Selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi wisata juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak lain untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budi-daya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain. Hal seperti ini telah dilakukan oleh petani di Desa Cinagara, Sukabumi dengan "Karya Nyata Training Centre". Pada kegiatan magang ini, seluruh petani dilibatkan secara langsung, baik petani ikan, padi sawah, hortikultura, peternakan, maupun perkebunan. 

Atraksi-Atraksi yang Ditawarkan
 
Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangn terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan. 

Agrowisata Ruang Terbuka Alami 

Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya.
Sementara fasilitas pendukung untuk pengamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian. 

Agrowisata Ruang Terbuka Buatan 

Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
Teknologi budi daya pertanian tradisional sebagai perwujudan keserasian hasil seleksi alam yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dapat menjadi paket atraksi wisata yang potensial untuk dipasarkan. Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani yang memiliki lahan sempit serta adanya gejala penggunaan lahan yang melebihi daya dukungnya, maka adanya alternatif pemanfaatan lahan yang berorientasi kepada kepentingan wisata sangat baik untuk dilakukan.
Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu dan sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas), dan sumber air kesehatan (air mineral, air panas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa falitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budidaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk rekreasi atau olah raga. 
Objek agrowisata yang telah berkembang dan terdata dalam basis data Direktorat Jenderal Pariwisata 1994/1995 terdapat delapan propinsi (Tabel 1), yaitu Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Objek agrowisata umumnya masih berupa hamparan suatu areal usaha pertanian dari perusahaan-perusahaan besar yang dikelola secara modern/ala Barat dengan orientasi objek keindahan alam dan belum menonjolkan atraksi keunikan/ spesifikasi dari aktivitas lokal masyarakat.
Untuk membantu meningkatkan masyarakat petani yang berada di pedesaan, prioritas pengembangan agrowisata hendaknya lebih diarahkan pada pengembangan agrowisata ruang terbuka (Subowo)

Dikutip dari Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.24 No.1 2002; dengan Pengantar 2 Paragraf (Tambahan)

Sabtu, 22 Januari 2011

Penambangan Pasir Besi Pantai Bunton Dihentikan

Jum'at, 23 Mei 2008 (09:45 wib)CILACAP- Penambangan pasir besi di tanah Kodam IV/Diponegoro di Pantai Bunton, untuk sementara dihentikan karena sedang dilakukan penataan.
Setelah penataan selesai akan dibuat Memorandum of Understanding (MoU) baru antara Kodam IV/Diponegoro dan para pemegang izin pertambangan.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Cilacap Ir Sunarno MM didampingi Kepala Bidang Pertambangan Umum Ir Nachrowi Socheh, kemarin, mengatakan, pemegang izin penambangan pasir besi di tanah TNI-AD adalah PT Bhineka Bumi dan PT Pasir Besi Indonesia (PBI).
Luas areal yang ditambang PT Bhineka Bumi sekitar 30 ha. Sedangkan luas yang ditambang PT PBI mencapai 101 ha, tapi sebagian akan digunakan untuk lokasi pembangunan PLTU Bunton.
’’Kalau sudah ada MoU baru, kegiatan penambangan di sana akan dilanjutkan lagi. Bagi kami penghentian tersebut tak jadi masalah karena hal itu merupakan urusan internal antara TNI-AD dengan pemegang izin pertambangan,’’ katanya.
Dijelaskan, pasir besi di Pantai Bunton yang saat ini ditambang merupakan sisa dari kegiatan penambangan yang dilakukan PT Aneka Tambang Tbk. Perusahaan tersebut menghentikan kegiataannya sejak 2003 lalu.
Sisa pasir besi yang masih bisa ditambang sekitar 744.000 ton. Penambangan dilakukan penambang kecil dengan kisaran luas antara 30 ha sampai 100 ha. Tapi di luar areal eks PT Aneka Tambang Tbk ada kegiatan penambangan dengan luas kurang dari satu hektare.
Sebagian besar penambang sudah memiliki izin. Hanya ada empat penambang yang belum punya izin. Tapi penambang tersebut sudah diingatkan agar segera mengurus perizinan secepatnya.
’’Kami sudah melakukan koordinasi di lapangan. Para penambang yang belum punya izin sudah menyatakan kesanggupannya untuk mengurus perizinan ke Distamben. Kami juga sudah mengingatkan para penambang yang masa berlaku perizinannya sudah habis agar segera melakukan perpanjangan,’’ katanya.(SM/IP/PAB)

(Sumber: http://web.pab-indonesia.com/content/view/13399/9)
_________________________________________________

Mobilisasi Kaum Tani Gagalkan Operasionalisasi PT.RAPP 

Kamis, 20 Januari 2011 | 17:35 WIB

Kabar Rakyat  Oleh : Agun Sulfaira
STR Meranti
Berkat mobilisasi yang dilakukan oleh ribuan petani dari berbagai desa, rencana PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) untuk memulai operasinya di Desa Tanjung Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, kembali menemui kegagalan. Dengan menggunakan Pompong, sejenis kapal kayu untuk transportasi antar pulau, para petani yang berjumlah 1500 orang bergerak pada tengah malam, yaitu pukul 21.00 WIB, 02.00Wib, dan 05.00 WIB (19/01/11).
Sesampainya di lokasi, dusun Hiu, sekitar pukul 10.00 WIB pagi, ribuan massa kaum tani ini langsung mendatangi kamp-kamp yang sedianya menjadi tempat pasukan Brimob dan pekerja PT.RAPP. Namun, berdasarkan informasi warga, pihak humas PT.RAPP sudah meninggalkan lokasi.
Meskipun begitu, kaum tani tetap bertahan di lokasi dan menggelar orasi-orasi secara bergantian. Tidak lama kemudian, aparat Kepolisian dari Polsek Merbau dan intelkam dari Polres Bengkali mendatangi lokasi, tempat dimana massa sedang berkumpul dan menggelar orasi-orasi.
Aktivis Serikat Tani Riau, organisasi yang menaungi perjuangan para petani ini, mendesak kepada pihak Kepolisian untuk segera membongkar tenda-tenda dan kamp milik PT. RAPP. Tetapi pihak kepolisian tidak menyanggupi permintaan itu, dengan alasan bahwa tidak ada aparat desa dan pihak PT. RAPP yang berada di lokasi.
Setelah melalui negosiasi panjang antara pihak STR dan Kepolisian, maka disepakati untuk menggelar pertemuan dalam waktu seminggu kedepan, dengan menghadirkan semua pihak yang terkait.
Pihak Kepolisian juga menjamin bahwa pihaknya akan memastikan pihak PT.RAPP tidak akan menjalankan aktivitasnya dalam waktu dekat ini.

Sumber: http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1385683146983820972

Selasa, 18 Januari 2011

Ancaman dalam Raperda RTRW Kebumen

Darft Perda RTRW Kabupaten Kebumen yang pernah ditolak DPRD dan Petani Kebumen Selatan, menjelang akhir tahun lalu, muncul lagi dalam naskah Bantek yang dirangkum dalam Executive Summary dengan substansi yang tak berubah. Kontroversi dimunculkan kembali dalam momentum ini.

Jumat, 14 Januari 2011

Menjaga Pesisir Mirit dan Bumi Kebumen


Belum lagi reda konflik kepentingan antara petani dan tentara di wilayah pesisir selatan Kebumen, kini muncul kepentingan lain yang diusung oleh investor dari atap Jakarta. Rencana penambangan pasir besi oleh pt. Mitra Niagatama Cemerlang di kawasan pesisir Mirit menambah kontroversi dan masalah krussial baru yang tak urung bakal mengancam kelestarian kawasan.
Pesisir 6 desa yang menjadi incaran investor itu adalah pesisir desa Wiromartan, Lembupurwo, Tlogopragoto, Mirit, Tlogodepok dan Miritpetikusan.

Meskipun telah muncul penolakan dari penduduk di 6 desa (ditambah 1 lagi desa Rowo) dengan melayangkan surat protes dan permintaan agar warga keenam desa didengarkan pendapatnya. Namun respon atas tuntutan ini tidak juga ada. Terakhir kali, setelah melalui pembicaraan yang lebih luas sebelumnya, maka pada hari Rabu (19/1) dilayangkan permintaan warga untuk diagendakannya audiensi dengan para pihak di DPRD Kabupaten Kebumen.

Jangan Terkecoh Membaca Dokumen RKL

Secara diam-diam beberapa warga mengakses dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) yang telah dibukukan oleh pt. Mitra Niagatama Cemerlang bertajuk RKL Penambangan Pasir Besi di Kecamatan Mirit. Isi dokumen ini, sejauh ini, belum pernah disosialisasikan ke masyarakat, selain cuma ngumpet di kantor Camat. Pernyataan Imam Mudzakir, Direktur pt. Mitra Niagatama Cemerlang, dalam Kata Pengantarnya berharap dokumen ini dapat memberikan gambaran pengelolaan lingkungan dalam penentuan kebijakan yang terkait dengan lingkungan.

Tetapi jika dicermati lebih jauh, isi dokumen ini mengandung unsur pembohongan besar sejak halaman permulaan. Pemuatan data yang menjadi kebutuhan eksplorasi pasir besi akan ketersediaan lahan sebagai cadangan produksi, bukan saja salah. Tetapi telah memicu kontroversi awal yang rentan dengan konflik kepentingan. Tak usah menunggu kemudian hari. Tapi sejak tahap perencanaan, investor ini telah gegabah dalam pendataan. Ini menunjukkan bahwa proyek eksplorasi pasir besi ini diawali dengan persepsi yang sama sekali tidak mengandung kebenaran.

Lihat saja. Kebutuhan area untuk cadangan produksi dalam penambangan pasir besi ini seluas 591, 07 Ha. Tetapi di dalam luasan ini, bisa-bisanya, terdapat 317,48 Ha tanah TNI-AD, sedangkan selebihnya 273,59 Ha adalah tanah milik penduduk.   
Atas dasar apa, sejak kapan dan sejarah yang bagaimana kok di pesisir Mirit terdapat tanah TNI-AD. Ini jelas-jelas pembohongan besar !

Kebohongan lain yang dibuat dengan melulu mengacu pada kepentingan investasi luar adalah yang berkaitan dengan pernyataan telah ada ijin dari pemerintah. SK Kepala Kantor Perijinan Terpadu Kabupaten Kebumen, No.: 503/002/KEP/2008, tertanggal 22 Oktober 2008. Itu tidak seharusnya dibuat untuk ijin operasional kegiatan eksplorasi. Kalau pun keberadaan ijin ini benar adanya, maka pertanyaannya adalah bagaimana mungkin ijin pemanfaatan kawasan untuk eksplorasi dapat dikeluarkan di saat pemerintah tidak memiliki dasar hukum perencanaan tata ruang wilayah. 

Demikian pula perpanjangan ijin berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Perizinan Terpadu Kabupaten Kebumen dengan No.: 503/01/KEP/2010 tertanggal 14 Januari 2010. Penerbitan ijin ini adalah ijin perusahaan, yakni semacam SIUP dalam usaha perdagangan umum. Jadi semua ini bukan merupakan dasar hukum, atau setidaknya bukan merupakan dasar hukum tunggal untuk diperbolehkannya melakukan eksplorasi pasir besi di pesisir Mirit yang bakal menimbulkan dampak lingkungan yang ekstrem.        

Membaca “cokolan” Data Tanah TNI

Yang paling kurangajar dalam bacaan data mengenai keberadaan “tanah TNI-AD” di pesisir Mirit mengerucutkan desas-desus pada sebuah tanya: Ada Apa dengan Tentara? Ini kebohongan terjahat dalam sindikat bisnis yang manipulatif. Luasan 317,48 Ha itu adalah bentangan alam pesisir yang asri terbuka dan bergumuk. Dan yang paling penting buat dicamkan kuat-kuat adalah: tak ada tanah sejengkal pun yang menjadi milik TNI di sana.

Rupanya setelah menghegemoni kawasan Urutsewu terpikir pula bakal menjadi investor bersenjata yang berseragam sekaligus bersaham. Penolakan petani pesisir selatan atas pemanfaatan kawasan budidaya sebagai kawasan bau mesiu, tak bikin TNI tahu diri. Aura kejahatan ekonomi yang mengabdi pada kepentingan modal dan berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir; sudah waktunya diakhiri saja.

Dan perlawanan 6 desa di wilayah kecamatan yang tengah terancam kelestariannya ini layak mendapatkan dukungan luas.          

Petani vs TNI

Menjadi FPPKS dan Melawan Ketakadilan

Bahwa dalam perjalanannya, Forum Korjasena bermetamorfosa menjadi Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan, itu berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Dan keputusan untuk menjadi FPPKS adalah keputusan politik petani yang terorganisir. Problem di Kebumen Selatan bukan cuma persoalan JLS atau lazim disebut Jl.Daendels. Ketika muncul wacana megaproyek JLSS, yang dalam perkembangannya ternyata menentukan tras jalan di sebelah selatan Jl.Daendels; maka permasalahannya kian meluas.
Hal lain yang menjadi bahaya latent petani pesisir adalah bercokolnya tentara yang memanfaatkan kawasan ini sebagai ajang latihan dan ujicoba senjata berat, selama 28-an tahun.

(bersambung)

Kamis, 13 Januari 2011

Episode Korjasena


Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan, pada mulanya merupakan wadah para petani yang menjadi korban proyek nasional pembangunan jalan lintas selatan. Pembangunan jalan itu, yakni pembangunan Jalan Daendels, membutuhkan pelebaran tanah yang akan dijadikan badan jalan untuk pengerasan dan pengaspalan. Para pemilik tanah di kedua sisi bahu jalan ini, yang mayoritas adalah petani, disosialisasi mengenai alur kebijakan terkait  pembangunan jalan itu.

Di dalam alur kebijakan itu terdapat penetapan lebar jalan Daendels, yang kemudian disusul dan ditandai dengan penanaman patok DMJ, yang menyebabkan munculnya kontroversi menyangkut sejarah kepemilikan tanah yang bakal dilewati pembangunan. Penetapan sepihak oleh Pemerintah, bisa jadi dimaksudkan untuk menekan biaya yang dibutuhkan. Karena dalam sosialisasi pembangunan itu pula dilangsir klaim bahwa sejak dahulu kala, lebar jalan (disebut kemudian sebagai Jl. Daendels) itu adalah belasan meter. Tetapi ternyata klaim pemerintah ini tak punya dasar, terutama dari aspek sejarah dan hukum tanah.

Riset yang dilakukan oleh beberapa elemen menemukan banyak fakta dan kesaksian yang sama sekali berbeda. Artinya, klaim pemerintah itu masih lebih bersifat asumtif ketimbang faktual. Misalnya, saat dilakukan cross-check terhadap tanah milik warga yang setiap tahunnya membayar pajak. Luas obyek tanah yang disebutkan dalam SPPT di situ, saat dicocokan dengan fakta lapangan justru batasnya ada di poros jalan. Secara sederhana, fakta ini membuktikan bahwa justru selama ini badan jalan yang ada telah menyerobot tanah milik warga.

Klaim pemerintah mengenai lebar badan jalan ini dan implikasinya di lapangan telah memicu kontroversi yang meluas meskipun tanpa ekspose media. Di tingkatan warga pemilik tanah di sisi jalan sepanjang Jl. Daendels terbentuk forum-forum yang membahas masalah ini. Salah satunya adalah yang muncul di daerah Ambal dengan nama Korjasena dan menyusul jalinan lintas desa. Korjasena yang merupakan forumnya para korban jalan selatan (Korjasena) inilah cikal-bakal FPPKS. Di tingkatan para aktivis sosial, pada masa itu juga muncul FBRK, Forum Bersama Rakyat Kebumen.    
      

Minggu, 09 Januari 2011

selamat datang di forum paguyuban petani kebumen selatan

Selamat Datang, di Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan. Forum yang pada awalnya bernama Korjasena dan bermetamorfosa seiring dengan perkembangan problematika tani di Kebumen selatan.