Sejak Senin (23/4) di desa Setrojenar dipasang spanduk bertulis "Waspada. Bahaya Laten Komunisme PKI dan Idiologi Sesat NII". Sehari kemudian disusul dengan pemasangan spanduk yang sama pada titik gerbang jalan masuk ke desa Setrojenar, yakni di sebelah Kantor Camat Buluspesantren, sisi selatan Jl. Daendels.
Menilik identitas pemasangnya, tertera FK4UK, diketahui umum sebagai organisasi pemuda yang didukung oknum TNI, sebagaimana dilansir dari acara deklarasinya belum lama ini di Hotel Candisari.
Meski dapat meresahkan khalayak, warga desa Setrojenar mengaku tak terpengaruh dengan keberadaan spanduk ini. Warga paham, ini adalah cara-cara Orba di masa lalu; yang suka menyalahkan dan mengkambinghitamkan rakyat yang bersikap kritis. Jika pun ini benar FK4UK pembuatnya, warga juga paham, apa isi organisasi boneka ini. Visi dan misinya tak lain "mendukung NKRI", tetapi justru dengan cara mengabaikan hak-hak petani sebagai "sokoguru" Negara. Ini menunjukkan mereka, termasuk ketua "organisasi boneka" ini tak lebih dari orang yang tak sadar sejarah.
"Jadi, tak perlu disikapi secara reaksioner terhadap pemasangan spanduk itu", kata seorang pemuda. Sembari menambahkan bahwa issue komunisme itu sebenarnya sudah usang dan merupakan stigma yang basi.
Tetapi meskipun begitu persoalan ini tak boleh dipandang sebelah mata, karena secara vulgar ada upaya sistematis untuk mengaburkan atau membiaskan persoalan penting di kawasan UrutSewu dan sekitarnya. Dan warga serta petani sangat mengerti, siapa yang membikin skenario dibalik stigmatisasi ini.
Mewaspadai Bahaya Nyata; Militerism
27/5/2011. Setelah dipojokkan dengan berbagai aksi dan propaganda militeristik, mulai dari serangan brutal berikut manipulasi insiden “bentrokan” Setrojenar (16/04), serta kemunculan spanduk orbaisme yang mengkambing-hitamkan masyarakat korban. Kini secara verbal ditemukan fakta baru yang mengarah pada tindakan pengingkaran hak pemilikan petani atas tanah-tanah pemajekan di kawasan pesisir.
Upaya yang cenderung sistematis ini dilakukan dengan dukungan pemerintah daerah melalui instansi yang terangterangan mengabaikan aspek sejarah pemilikan tanah. Dalih tata ruang dilansir untuk semakin memojokkan masyarakat petani di kawasan UrutSewu ini.
Maka setelah pertanian menjadi problem sektoral yang paling minim keberpihakan serta dukungan pemerintah, kini para petani seperti anak ayam yang diceraikan, yang tak mendapat perlindungan Negara. Nasib petani bakal ditentukan oleh sejarah marginalisasi sektor ini. Tetapi inilah basis faktual yang akan menguji eksistensi perlawanan sejarahnya.
Dan essensi perjuangan UrutSewu, pada prinsipnya adalah bagaimana menetapkan kawasan ini sebagai kawasan pertanian dan agrowisata. Bukan kawasan TNI dengan dalih kawasan hankam maupun juga bukan sebagai kawasan tambang besi; sebagaimana yang direncanakan dimlai dari pesisir Mirit.
Dan bahaya nyata itu adalah militerisme yang merupakan ancaman terhadap kehidupan supremasi sipil serta ancaman terhadap kelestarian bumi pesisir karena kepentingan investor yang didukung klan tentara.
0 komentar:
Posting Komentar