
Tapi mungkin aksi "pendudukan" lokasi sudah diseting sebagai manuver rendahan yang implikasinya cuma mancing emosi warga dan rawan "amoek". Dandim yang berasal dari kesatuan baret merah ini, termasuk golongan yang otaknya tidak encer; kalau tak boleh disebut bebal. Petani UrutSewu, sejauh ini, tak mau tergelincir dalam jebakan kekerasan. Dan potensi amuk Kamis (24/3) siang itu dapat diminimalkan, meski belum ada sentuhan manajemen konflik yang secara signifikan mampu mencetuskan stratak baru.
Konfrontasi "Budheg" Sejarah
Statement Dandim soal bukti "pal-budheg" adalah kekolotan yang jadi urusan dia berikut karakteristiknya, yang menunjukkan tak lebih dari dungunya tentara. Teori bahwa pal budheg ini adalah tanda ketinggian makin mengesahkan kebebalan dan waton beri pernyataan. Pertanyaannya sederhana, ketinggian dari mana? Dalam idiom dan teori kearifan lokal, sikap ini disebut mbeguguk motha waton. Beruntung, petani UrutSewu punya saksi hidup pelaku pemetaan Klangsiran tanah tahun 1932. Ada mbah Karto Bambung, ada pak Samidja, mbah MangunSastro, mbah Kasan Simur, mbah Redjo Saiman, dan banyak lagi saksi pelaku sejarah Klangsiran itu masih hidup meski telah redup.
Beruntung juga lantaran Pal-Budheg itu tak bisa disogok duit segepok, atau jabatan seronok. Kalau pun saksi sejarah ini dibuang dan saksi hidup telah tiada; dokumentasi digitalnya masih ada. Yang mendesak dibutuhkan adalah penuntasan kemelut UrutSewu. Deligitimasi bercokolnya TNI-AD di kawasan ini penting untuk disegerakan, sembari membelejeti kepentingan-kepentingan konspiratif tentara yang berkedok kebesaran kepentingan negara. Semua "topeng" ini harus disingkirkan, dengan cara melawan yang brilian.
Potret Potensi "amoek" Massa

Ini bukan watak satria, bagi langkah dan keputusan politik pendudukannya, yang nyaris timbulkan chaos!Pengalaman buram yang harus menjadi catata
Sejatinya massarakyat UrutSewu kemarin itu telah dikuasai "ghiroh" perang dan bertekad mengusir tentara yang menduduki desanya. Beruntung masih dapat dikendalikan korlap sehingga potensi konflik dapat dinetralisir. Massarakyat bukan lagi mempersenjatai dengan bambu-runcing. Tetapi telah menghunus pedang dari balik kausnya, menenteng celurit di tangan kanannya, dan segala bentuk senjata tajam lainnya. Bahkan seseorang nekad memanggul bom mortir yang belum lama ini juga ditemukan diperam di lahan pertanian.
"Jangan merusak hasil dari perjuangan kita selama ini dengan kekerasan", begitu lah himbauan yang nampak menyihir kesadaran massa.
Dan pelajaran terpenting dari semua ini, tak ada lain, dominasi tentara di Indonesia, termasuk di kawasan pertanian dan agrowisata UrutSewu; harus segera diakhiri ! Perjuangan belum selesai...
0 komentar:
Posting Komentar