Catatan dari UrutSewu - 1
Begitulah. Insiden hari Rabu, 8 Juni 2011, sekelompok orang yang tak memperkenalkan diri datang pada sekitar jam 10.00 wib. Mereka masuk dukuh Selongan dari sisi timur desa Kaibon Petangkuran (Ambal). Pada sebidang tanah di blok Dongkelan rombongan melakukan pengeboran dengan alat yang dibawanya. Pemilik tanah, Nasrodin, 67 tahun; berada tak jauh dari titik pengeboran dan tengah bekerja di ladangnya. Tetapi rombongan ngebor yang terdiri dari 5 orang ini tak menyapa, apalagi pamit pada pemilik tanah, seorang petani desa Petangkuran ini.
Pengeboran ini, ternyata bertujuan mengambil sampel tanah sekitar 5-6 pengangkatan, sampel ini dimasukan ke dalam bagor untuk kemudian dibawa pergi, tanpa pamit seperti tadi. Kedalaman pengeboran sekitar 2 meter, menyisakan lubang vertikal berdiameter 10 cm. Menariknya, sebelum gerombolan ngebor ini tiba, beberapa oknum tentara membawa plang bercat merah dengan tulisan warna kuning berbunyi “Ada Latihan TNI”. Memang ada latihan TNI, tetapi effektif berlangsung pada Kamis (9/6) hari berikutnya.
Selang waktu tak lebih dari satu jam, sebagian dari rombongan ini melakukan pengeboran pada titik lain sekitar 200 meter sebelah selatan titik yang pertama. Di zona yang disebut blok Jenggereng mereka juga melakukan pengeboran yang sama, dengan tujuan yang tak beda pula. Kali ini berada di atas tanah milik Sardjuni, petani lain warga desa Kaibon Petangkuran juga.
Latihan TNI, Pengeboran; Berkaitan ?
Begitu banyak hal terjadi serba tidak transparan di Kebumen Selatan, di wilayah yang lazim disebut pesisir UrutSewu. Rencana megaproyek Jalan Lintas Selatan-Selatan. Lalu mencuat konflik tanah, yang dipicu oleh kebiasaan TNI melakukan latihan perang dan ujicoba senjata alutista, di kawasan pertanian yang pada awalnya cuma dipinjam-pakaikan. Tetapi dalam perkembangannya ada skenario untuk dikuasai tentara.
Konflik yang telah menimbulkan bentrokan (baca: serangan brutal) tentara terhadap warga sipil Setrojenar (16/4) dengan korban 13 orang luka tembak dan luka berat, belasan orang lain luka ringan dan teraniaya, serta 12 motor warga dirusak tentara. Urusan konflik belum lagi selesai, muncul rencana tambang pasirbesi. Eksploitasi yang bakal merusak ekologi pesisir ini belum lagi jalan, terjadi insiden bentrokan. Urusan bentrokan belum diusut dengan tuntas dan berkeadilan, muncul pelaksanaan Sismiop yang sarat dengan aura korupsi dan pungli. Sismiop yang mestinya merupakan penertiban sistem administrasi obyek pajak (tanah), malah bicara batas tanah segala. Ada tumpang-tindih kepentingan apa di balik ini semua?
Jika dibuat skema empiris sederhana maka ditemukan benang merah antara issue kawasan hankam atau “tanah TNI” dengan rencana tambang pasirbesi. Ada gejala yang bisa dibaca karena memang kasat mata. Kalau pun mereka mengingkari, wong ada fakta yang pada akhirnya bakal bicara..
0 komentar:
Posting Komentar